Pada tahun 2019, Indonesia mengalami peningkatan kasus pertusis yang cukup signifikan. Namun, sayangnya banyak kasus pertusis di Indonesia yang tidak terdata dengan baik oleh pihak berwenang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, serta kurangnya sistem pelaporan yang memadai.
Pertusis atau batuk rejan merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Penyakit ini ditularkan melalui udara dan dapat menyerang siapa saja, terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun. Gejala pertusis antara lain batuk yang sangat khas, yaitu batuk berkepanjangan dan disertai suara “whooping” yang terdengar saat penderita bernafas.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus pertusis di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Namun, banyak kasus pertusis yang tidak terdeteksi atau tidak terlaporkan dengan baik oleh pihak berwenang. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit yang lebih luas dan berpotensi mengancam kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, IDAI mengimbau masyarakat untuk lebih aware terhadap gejala-gejala pertusis dan segera melakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami batuk yang berkepanjangan. Selain itu, IDAI juga mendorong pihak berwenang untuk meningkatkan sistem pelaporan dan monitoring kasus pertusis di Indonesia.
Dengan adanya kesadaran dan kerjasama yang baik antara masyarakat, pihak berwenang, dan tenaga medis, diharapkan kasus pertusis di Indonesia dapat terdeteksi dan ditangani dengan lebih baik. Sehingga dapat mengurangi angka kejadian pertusis dan melindungi generasi muda dari penyakit yang berpotensi fatal ini.